Program Keluarga Harapan (PKH), sebagai program bantuan sosial andalan pemerintah Indonesia, tidak hanya berperan dalam pengentasan kemiskinan tetapi juga menjadi salah satu motor penggerak utama inklusi keuangan di tanah air. Dengan mentransformasi mekanisme penyaluran bantuan dari tunai menjadi non-tunai, PKH secara efektif membuka pintu akses layanan keuangan formal bagi jutaan keluarga prasejahtera yang sebelumnya tidak tersentuh oleh perbankan (unbanked).
Transformasi Penyaluran Bantuan: Pintu Gerbang Inklusi Keuangan
Sejak tahun 2017, pemerintah secara bertahap mengubah sistem penyaluran dana PKH dari tunai menjadi non-tunai melalui Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) yang diterbitkan oleh bank-bank milik negara (Himbara). Perubahan fundamental ini mengharuskan setiap Keluarga Penerima Manfaat (KPM) untuk memiliki rekening bank. Kebijakan ini secara langsung mendorong peningkatan signifikan dalam kepemilikan rekening di kalangan masyarakat berpenghasilan rendah.
KKS berfungsi ganda, tidak hanya sebagai kartu identitas penerima bantuan, tetapi juga sebagai kartu debit atau ATM. Hal ini memungkinkan KPM untuk melakukan berbagai transaksi perbankan dasar seperti menarik tunai, menabung, dan bertransaksi di agen-agen bank yang ditunjuk (Laku Pandai). Dengan demikian, KPM tidak hanya menerima bantuan, tetapi juga diperkenalkan pada ekosistem keuangan formal.
Dampak Positif PKH terhadap Inklusi Keuangan
Peralihan ke sistem non-tunai ini membawa sejumlah dampak positif yang signifikan dalam mendorong inklusi dan literasi keuangan di kalangan KPM.
1. Akses Awal ke Layanan Perbankan
Bagi sebagian besar KPM, kepemilikan rekening bank melalui PKH merupakan pengalaman pertama mereka berinteraksi dengan layanan keuangan formal. Ini adalah langkah krusial untuk keluar dari ketergantungan pada sistem keuangan informal yang seringkali merugikan, seperti rentenir. Mereka kini memiliki tempat yang aman untuk menyimpan uang dan mengelola keuangan mereka.
2. Peningkatan Literasi Keuangan
Program PKH tidak berhenti pada pembukaan rekening. Melalui Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2) yang wajib dihadiri oleh KPM, mereka juga mendapatkan edukasi mengenai pengelolaan keuangan keluarga. Materi yang disampaikan mencakup pentingnya menabung, cara bijak berutang, hingga memulai usaha kecil. Pendamping PKH berperan aktif dalam memberikan bimbingan ini, sehingga KPM tidak hanya memiliki akses tetapi juga pemahaman untuk memanfaatkan layanan keuangan secara optimal.
3. Mendorong Perilaku Menabung
Meskipun bantuan yang diterima seringkali habis untuk kebutuhan sehari-hari, sistem non-tunai memberikan fleksibilitas bagi KPM untuk tidak menarik seluruh dana bantuan sekaligus. Hal ini secara perlahan menumbuhkan budaya menabung. Sisa dana yang tersimpan di rekening, meskipun dalam jumlah kecil, menjadi dana darurat atau modal awal untuk usaha.
4. Peluang Akses ke Produk Keuangan Lainnya
Kepemilikan rekening bank menjadi jembatan bagi KPM untuk mengakses produk dan layanan keuangan lainnya di masa depan. Dengan riwayat transaksi yang tercatat, mereka berpotensi untuk mendapatkan akses ke produk kredit usaha mikro, asuransi, atau produk investasi sederhana lainnya yang dapat membantu meningkatkan taraf hidup mereka secara berkelanjutan.
Tantangan dan Upaya Berkelanjutan
Meskipun PKH telah terbukti efektif dalam mendorong inklusi keuangan, sejumlah tantangan masih dihadapi. Kendala geografis, terutama di daerah terpencil, menyulitkan akses KPM ke ATM atau agen bank. Tingkat pendidikan dan literasi digital yang masih rendah juga menjadi hambatan dalam pemanfaatan layanan perbankan secara maksimal. Selain itu, masih ada KPM yang langsung menarik seluruh dana bantuan begitu diterima, sehingga tujuan untuk mendorong budaya menabung belum sepenuhnya tercapai.
Pemerintah dan lembaga terkait terus berupaya mengatasi tantangan ini melalui perluasan jaringan agen Laku Pandai, peningkatan sosialisasi, dan penguatan materi literasi keuangan dalam pertemuan kelompok. Sinergi antara program bantuan sosial dan edukasi keuangan menjadi kunci untuk memastikan bahwa inklusi keuangan yang didorong oleh PKH dapat memberikan dampak yang berkelanjutan bagi kesejahteraan keluarga prasejahtera di Indonesia.

