Dunia pendidikan Indonesia sedang tidak baik-baik saja—setidaknya itulah yang dirasakan jika kita melihat “perang dingin” yang terjadi di lapangan saat ini. Ada dua kubu besar yang sedang memperebutkan satu hal yang sama: status ASN (PPPK).
Di satu sisi, ada Guru Honorer yang sudah mengabdi bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun, dengan gaji seadanya. Di sisi lain, muncul gelombang baru Lulusan PPG Prajabatan—anak-anak muda yang “disenjatai” dengan Sertifikat Pendidik (Serdik) meski minim pengalaman mengajar.
Pertanyaannya bukan lagi soal siapa yang lebih mulia, tapi secara teknis regulasi dan karir, siapa yang sebenarnya lebih diuntungkan dalam sistem saat ini? Mari kita bedah tanpa baper.
Akar Masalah: Pengabdian vs Legalitas
Seringkali kita mendengar keluhan di media sosial: “Saya sudah mengajar 15 tahun, kenapa kalah dengan yang baru lulus kemarin sore?”
Ini adalah keluhan yang sangat valid secara emosional. Namun, dalam kacamata birokrasi dan SEO (Sistem Evaluasi Otoritas—dalam hal ini BKN/Kemdikbud), “mata uang” yang berlaku berbeda.
-
Guru Honorer menjual Pengalaman & Dedikasi. Mereka paham manajemen kelas, karakter siswa, dan seluk-beluk sekolah. Sayangnya, pengalaman ini seringkali tidak terkonversi sempurna menjadi poin teknis jika tidak masuk dalam kategori prioritas tertentu.
-
Lulusan PPG Prajabatan menjual Kompetensi Terstandarisasi. Pemerintah melihat mereka sebagai “guru masa depan” yang sudah dididik sesuai kurikulum terbaru. Senjata utama mereka adalah Sertifikat Pendidik.
“Kartu As” Bernama Afirmasi Serdik
Inilah gap terbesar yang sering luput dari perhatian. Dalam seleksi PPPK Guru, ada aturan main yang disebut Afirmasi.
Bagi pemilik Sertifikat Pendidik (Serdik)—yang mana semua lulusan PPG Prajabatan pasti memilikinya—mereka mendapatkan afirmasi kompetensi teknis sebesar 100%. Artinya, sebelum tes dimulai pun, nilai teknis mereka sudah sempurna (misal: 500 poin).
Bayangkan posisi guru honorer senior yang belum memiliki Serdik (mungkin karena belum terpanggil PPG Daljab). Mereka harus bertarung mati-matian mengerjakan soal tes teknis untuk mengejar nilai tersebut. Di sinilah letak ketimpangannya. Secara sistem, lulusan PPG Prajabatan memang diberikan “jalur tol”.
Realita Lapangan: Siapa yang Lebih Dicari?
Meski secara poin teknis lulusan PPG diuntungkan, sekolah sebenarnya memiliki preferensi tersendiri.
1. Dari Sudut Pandang Kepala Sekolah
Banyak Kepala Sekolah sebenarnya lebih nyaman mempertahankan guru honorer lama. Kenapa? Karena mereka sudah “siap pakai”, tidak perlu adaptasi budaya sekolah, dan sudah teruji loyalitasnya. Masuknya lulusan baru seringkali membutuhkan waktu adaptasi ulang.
2. Dari Sudut Pandang Regulasi (Pemerintah)
Pemerintah ingin peremajaan. PPG Prajabatan didesain untuk menggantikan guru-guru yang pensiun dengan tenaga yang dianggap lebih fresh dan adaptif terhadap teknologi.
Catatan Penting: Pemerintah memang membagi pelamar menjadi prioritas (P1, P2, P3, P4). Guru honorer senior sering masuk di P2 atau P3. Namun, jika formasi di sekolah induk tidak ada, mereka terpaksa “tarung bebas” dengan pelamar umum (P4) yang didominasi lulusan PPG Prajabatan berserdik.
Strategi Karir: Apa yang Harus Dilakukan?
Daripada terus membenturkan kedua kubu, mari kita lihat solusi realistis untuk karir masing-masing.
Untuk Guru Honorer Senior:
-
Fokus pada Data Dapodik: Pastikan data Anda valid. Masa kerja adalah aset yang hanya bisa diakui jika tercatat rapi di Dapodik.
-
Kejar PPG Daljab: Jika ada kesempatan pemanggilan PPG Dalam Jabatan, jangan ditunda. Serdik adalah satu-satunya cara untuk menyamakan level playing field dengan lulusan baru.
-
Optimalkan Observasi: Dalam beberapa skema seleksi, guru senior dinilai melalui observasi kinerja, bukan tes tulis murni. Tunjukkan kinerja terbaik pada penilai (Kepala Sekolah/Pengawas).
Untuk Lulusan PPG Prajabatan:
-
Jangan Jemawa: Anda mungkin punya poin 100% teknis, tapi Anda nol dalam manajemen kelas di dunia nyata. Belajarlah dari guru senior.
-
Siap Ditempatkan Dimana Saja: Peluang terbesar lulusan PPG Prajabatan biasanya ada di daerah-daerah yang kekurangan guru (3T) atau sekolah swasta bonafit yang menghargai Serdik.
-
Manfaatkan Marketplace Guru: Sistem rekrutmen ke depan akan mengarah ke marketplace guru, di mana pemilik Serdik akan masuk dalam database talenta yang bisa “dibajak” sekolah yang membutuhkan.
Kesimpulan: Tidak Ada yang Salah, Hanya Sistem yang Berubah
Nasib guru honorer dan lulusan PPG Prajabatan sebenarnya tidak perlu dipertandingkan jika formasi yang dibuka pemerintah mencukupi kebutuhan (supply and demand).
Konflik timbul karena kue formasinya kecil, tapi yang lapar banyak.
Bagi Anda guru honorer, hormat kami setinggi-tingginya untuk pengabdian Anda. Bagi lulusan PPG, selamat datang di medan juang yang sebenarnya. Pada akhirnya, tujuan kita sama: mencerdaskan anak bangsa. Jangan sampai persaingan status membuat kita lupa pada siswa di dalam kelas.

